Pengembala yang sukses
Judul :
PUKAT (Serial Anak Anak Mamak)
Tema : seorang pengembala menuju sukses
Penulis :TERE-LIYE
Penerbit : REPUBLIKA
Tempat Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : 2010
halaman : 351
Penulis :TERE-LIYE
Penerbit : REPUBLIKA
Tempat Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : 2010
halaman : 351
Tere Liye,Ia
lahir pada tanggal 21 mei 1979. Tere Liye meyelesaikan masa pendidikan dasar
sampai SMP di SDN2 kikim Timur, Sumatera Selatan. Kemudian melanjutkan ke SMUN
9 bandar lampung. Setelah selesai di Bandar lampung, ia meneruskan ke
Universitas Indonesia dengan mengambil fakultas Ekonomi.
Tere Liye
menikah dengan Ny.Riski Amelia dan di karunia seorang putra bernama Abdullah
Pasai.
“Jangan
pernah membenci Mamak kau, jangan sekali-kali. Karena jika kau tahu sedikit
saja apa yang telah ia lakukan demi kau, Amelia, Burlian dan Ayuk Eli, maka
yang kau tahu itu sejatinya bahkan belum sepersepuluh dari pengorbanan, rasa
cinta, serta rasa sayangnya kepada kalian..” Kalimat tersebut merupakan kalimat
yang tertulis pada cover bagian belakang buku yang berjudul
“Pukat” ini mengundang rasa penasaran bagi pembaca untuk ikut berpetualang
dalam ceritanya. Buku ketiga karangan Tere Liye ini menceritakan kehidupan
Pukat dan keluarganya yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kebaikan dalam menjalani kehidupannya. Mereka semua tinggal di perkampungan,
walaupun begitu Pukat tetap semangat dalam menggapai impiannya .
Pukat adalah anak laki-laki tertua
dari empat bersaudara dalam tetralogi serial anak-anak mamak. Pukat yang baru
berumur 9 tahun mendapatkan julukan si anak pandai karena sikapnya yang
kreatif, cerdik dan juga tekun. Kecerdikan yang ia miliki seringkali
digunakannya untuk memecahkan masalah ataupun membantu orang. Petualangan
Pukat pun dimulai ketika ia, Burlian dan Ayah mereka menumpang kereta untuk
menemui Ko Achan di kota. Awalnya situasi kereta berlangsung aman dan
perjalanan pun terasa asyik. Hal ini tidak bertahan lama, ketika kereta yang
mereka tumpangi mulai memasuki terowongan. Tepat di tengah-tengah terowongan
yang gelap, tiba-tiba terdengar suara letusan senjata yang bersahutan, ternyata
mereka adalah kawanan perampok. Mereka bukanlah kawanan perampok biasa
karena mereka pintar memanfaatkan situasi. Mereka menjalankan aksinya tepat di
saat kereta berada ditengah-tengah terowongan yang gelap sehingga tidak ada
satu pun penumpang yang bisa mengenali identitas mereka. Tidak hanya itu
kawanan perampok ini juga membawa senjata api yang membuat para penumpang
meringkuk ketakutan dan tidak berani berbuat apa-apa. Dalam menjalankan aksinya,
perampok memerintahkan agar para penumpang menyerahkan semua barang
berharga yang mereka bawa dan meletakkannya didalam karung goni
yang telah disediakan. Ketika para perampok medekati kursi yang diduduki Pukat,
Burlian dan Ayahnya, secara diam-diam Pukat menaburkan bubuk kopi pada sepatu
dan celana para perampok. Kebetulan saat itu Pukat membawa kopi sebagai
oleh-oleh untuk Ko Achan. Kecerdikan Pukat inilah yang akhirnya membantu
Komandan Polisi untuk meringkus kawanan perampok berdasarkan bau kopi yang
tertinggal di sepatu dan celana mereka. Perampok yang tidak sadar akan bau
sepatu di celana dan sepatu mereka akhirnya tertangkap karena mereka tidak bisa
mengelak dari pemeriksaan Polisi ketika sampai di stasiun kota. Komandan Polisi
pun kagum dengan cara cerdik yang dilakukan Pukat dan memberinya julukan “si
anak jenius”.
Novel ini mengangkat tema mengenai
kesederhanaan dalam hidup, persahabatan dan juga arti sebuah kejujuran.
Salah satu contohnya yaitu ketika Pukat harus mengambil sendiri pulpen yang
dibelinya dan meninggalkan uangnya pada kaleng yang telah disediakan dalam
warung. Hal ini karena anak pemilik warung sedang sakit sehingga pemilik warung
menutup warungnya dan membiarkan pukat mengambil sendiri barang yang dibelinya.
Di sekolahnya Pukat termasuk anak yang pintar, tidak hanya dalam bidang
akademik tetapi Pukat pun pintar bergaul dengan teman-temannya. Tidak heran
jika Pukat memiliki banyak teman yang dekat dengannya terutama Raju. Dalam
persahabatannya dengan Raju, tidak jarang mereka memiliki pendapat yang
berbeda. Suatu ketika mereka bermusuhan karena Pukat yang memiliki
shio kambing tidak suka jika dipanggil kambing oleh Raju begitu pula dengan
Raju yang tidak suka dipanggil ayam oleh Pukat hanya karena shio yang dimiliki
Raju adalah ayam. Sebenarnya pertengkaran diantara Raju dan Pukat berawal dari
rasa iri Raju yang tidak suka melihat Pukat menjadi salah satu anak kebanggaan
Pak Bin. Hingga suatu hari saat Wak Lihan (paman Pukat) mengadakan acara
pernikahan putrinya sehingga makanan menumpuk salah satu makanan tersebut
adalah gulai. Pukat dan Raju pun mendekati tenda dimana masakan untuk
hajatan dimasak sambil membawa mangkok kosong, rencananya mereka akan meminta
gulai. Ketika Pukat dan Raju ditanyai oleh pengurus panci gulai apa
yang mereka inginkan, keduanya serentak menjawab “kambing” jawab Pukat dan
begitupula “ayam” kata Raju. Begitulah cara unik yang membuat mereka berdua
berdamai setelah dua bulan tidak saling berteguran satu sama lain.
Tetapi takdir berkata lain, kampung mereka
dilanda banjir besar dan Raju menghilang begitu saja semenjak kejadian itu. Walaupun
Pukat adalah anak yang baik, hal ini tidak berarti bahwa Pukat selalu menuruti
apa yang dikatakan orangtuanya, Pukat pernah membantah perintah Ibunya
untuk menghabiskan sarapan sebelum pergi sekolah. Pukat yang merasa bosan dan
tidak mensyukuri menu sarapan yang setiap hari hanya nasi dengan kecap
asin sengaja tidak menghabiskan sarapannya walaupun ibunya telah memperingatkan
dirinya. Kisah ini mengajarkan kita untuk selalu bersyukur kepada Tuhan atas
nikmat-Nya yang setiap hari kita rasakan apalagi jika kita memiliki kehidupan
yang lebih baik dibandingkan Pukat dan keluarganya. Pukat juga pernah
pulang lebih awal dari ladang kopi tanpa seiizin Ibunya hanya
karena ia ingin menonton film kartun kesukaannya. Akibatnya Pukat tidak
memperoleh makan malam sebagaimana Ayuk Eli, Burlian, dan Amelia. Tidak hanya
itu Pukat pun tidak boleh tidur dikamarnya, ia harus tidur diluar selama satu
malam. Hujan deras pun turun dan Pukat masih tidak diizinkan Ibunya untuk masuk
kedalam rumah. Keesokan harinya Pukat jatuh sakit karena kedinginan diluar,
Pukat pun merasa bahwa Ibunya sudah tidak lagi menyayanginya. Tetapi ternyata
Pukat salah dalam menilai Ibunya. Ketika Pukat jatuh sakit Ibunya merawatnya
dengan penuh kasih sayang dan perhatian bahkan ketika Pukat mencoba berbohong
untuk buang air kecil tetapi Ibunya tetap berusaha mengambilkan ember karena ia
tahu keadaan Pukat yang masih lemah. Sejak saat itu Pukat sadar bahwa Ibunya
adalah wanita nomor satu dalam hidupnya yang selalu menyayanginya.
Wak Yati adalah kakak ayah Pukat yang
rajin memberikan teka-teki yang selalu membuat Pukat penasaran. Pukat pun tidak
pernah menjawab tekai-teki Wak Yati karena baginya teka-teki yang diberikan Wak
Yati itu sulit. Hingga suatu hari saat pembukaan lahan, Wak Yati terjatuh yang
mengakibatkannya harus dirawat di rumah sakit kota. Mengetahui kejadian itu,
Pukat dan keluarganya memutuskan untuk menjenguk Wak Yati di rumah sakit. Tepat
pada hari yang sama, akhirnya Wak Yati diperbolehkan pulang bersama
dengan keluarga Pukat dengan menumpang kereta. Namun rupanya Tuhan memiliki
rencana yang berbeda untuk Wak Yati. Wak Yati menghembuskan nafas terakhirnya
dalam perjalanan pulang menuju kampung. Empat belas tahun kemudian Pukat
berhasil melanjutkan pendidikannya di Amsterdam dan ia berjanji akan kembali ke
kampung jika ia telah menyelesaikan pendidikannya dan untuk menjawab teka-teki
Wak Yati walaupun didepan pusaranya. Saat kepulangangannya ke kampung Pukat
bertemu dengan Raju yang ternyata sengaja menjemputnya di bandara. Ternyata
Raju juga sukses meraih mimpinya untuk menjadi seorang pilot
Novel
ini mampu menyampaikan setiap pesan yang tersirat kepada pembaca melalui
kata-katanya yang mengalir dan mudah untuk dipahami. Tidak hanya itu pembaca
pun bisa merasa sedih atau bahkan tertawa sendiri ketika membaca novel ini
karena penulis menceritakan secara detail setiap kegiatan yang ada dan hal ini
mempermudah pembaca dalam berimajinasi. Selain itu, novel ini sangat cocok bagi
semua umur baik tua maupun muda sehingga dapat dijadikan bacaan bagi semua
anggota keluarga, pesan moral yang disampaikan penulis mengenai persahabatan,
kejujuran dan kesederhanaan bisa dijadikan contoh didalam kehidupan nyata
pembaca. Semangat dan ketekunan tokoh Pukat yang berjuang agar dapat meraih
mimpinya walaupun ia hanya berasal dari keluarga sederhana patut dicontoh oleh
generasi muda lainnya untuk meraih cita citanya.
Novel
ini menggunakan beberapa kata dalam bahasa Belanda yang tidak disertai dengan
artinya. Walaupun jumlah kata-kata tersebut terbilang sedikit tetapi hal ini
dapat mengganggu pembaca untuk mengerti rangkaian cerita.
0 komentar:
Posting Komentar